Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

STREET 1

I traced the silent trail  As the rain had just gone The  crumbs remained here  there  In between the tiles of homes that begin to sleep  In the crevices of streets  In the ditch edge of the bund While I was in the middle of learning  On the night  About the darkness  About his secret  About the sounds of insects Like the singer of dhikr throughout my age  I envy I envy those who constantly  recite the name of God  With sentences I can not understand On the road of night I try to  read soft mantras I've ever learned  Align the air  In the chest cavity, to be parallel  With the silence of the night 16032016

PENYAIR JOMBLO

     Aku tak ingin disebut sebagai seorang penyair. Sebab tulisan-tulisanku yang konon mirip puisi itu kerap memikat perhatian orang-orang terutama para perempuan. Ya, mereka ternyata menyukai tulisan yang menurutku tak lebih dari curahan hati ABG. Padahal usiaku hampir menginjak kepala tiga.       Suatu hari, ada seorang sahabat yang menawarkan bantuannya untuk menerbitkan puisiku ke sebuah koran regional. Awalnya aku menolak, tapi karena dia terus mendesak akhirnya aku pun mencoba peruntungan itu. Tanpa kuduga, tiga puisi pertamaku tembus meja redaksi. "Yess,"batinku.      Sejak saat itulah, puisi-puisi berikutnya bermunculan hingga aku memiliki beberapa buku antologi baik yang tunggal maupun bersama para penyair terkenal. Sampai suatu ketika, aku menghadiri sarasehan budaya di kota kelahiranku seorang wartawan sebuah televisi swasta mewawancaraiku           "Wah Mas penyair tentunya banyak fans dari kaum perempuan nih, terutama gadis-gadis cantik," ujar war

PEREMPAN YANG JAUH CINTA PADA PUISIKU

Aku lupa bertanya siapa nama perempuan yang tinggal dalam puisiku padahal hampir di setiap kesempatan kami berdua ngobrol sangat akrab layaknya sepasang kekasih memang, aku jatuh hati padanya tapi tak ada kalimat yang tepat aku takut, kalau ia pergi dari puisiku perempuan itu hadir, saat puisi pertamaku lahir ia sangat keibuan menimang puisiku, seperti anaknya sendiri padahal kutahu ia masih sangat suci puisi yang kutulis, membuatku cemburu perempuan itu, jatuh cinta padanya suatu hari kutemukan mereka tengah bercumbu mesra di depan mata keduanya bercinta dalam puisiku. Tumiyang, 02082016

KATAMU "HIDUP ADALAH PILIHAN"

Hidup adalah pilihan tidak memilihpun merupakan satu pilihan kenapa memaksa harus memilih? padahal kau sendiri yang berkata: "Hidup adalah pilihan." dan aku memilih untuk tidak memilih kenapa kau tetap memaksa aku untuk memilih padahal hidup itu pilihan biarkan aku memilih untuk tidak memilih meski kau selalu bilang "Hidup adalah pilihan." aku tak peduli, sebab aku memilih untuk tidak memilih bukan ini bukan golput bukan ini bukan tentang kotak suara bukan ini bukan tentang kartu suara bukan ini bukan tentang calon-calon bukan ini bukan tentang pilihan bukan ini bukan tentang perempuan-perempuan bukan ini bukan tentang cinta bukan ini bukan tentang siapa-siapa bukan ini bukan tentang apa-apa bukan ini bukan tentang sesuatu bukan ini bukan itu bukan itu bukan ini ini bukan itu bukan itu bukan ini bukan ini itu bukan itu ini bukan bukan itu ini bukan ini itu siapa yang dipilih tak ada yang dipilih meski ada yang dipilih tapi memilih untuk

OBROLAN BERSAMA MARK DI BERANDA FACEBOOK

by:  Pensil Kajoe "Apa yang Anda pikirkan, Pensil?" tanya Mark setiap hari. "Aku memikirkan dia, Mark. Bisakah Kau sampaikan salamku padanya?" jawabku. "Ah Kau ini, Pensil. Bukankah Kau tahu akun facebooknya?" "Oh iya ding." "Nah, Kau bisa kirim messanger ke orang yang Kau maksud. Itu lebih privasi." "Itulah masalahnya, Mark." "Apa?" "Hp androidku tak cukup memori untuk mendownload apk. itu." "Oh..." "Kenapa Mark? Kok jawabanmu seperti mengejek gitu?" "Ah tidak kok. Mungkin itu perasaanmu saja yang terlalu baper. Yahh aku sih maklum." "Maksudnya?" "Ya maklum saja, Kau ini kan jomblo. Apalagi ini saturday night. Di saat mereka asyik dengan kekasihnya, Kau malah asyik dengan makhluk buatanku." "Sudahlah, Mark. Kau jangan meledekku seperti itu. Justru karena aku asyik dengan ciptaanmu ini, Kau sendiri yang untung dan kaya

TAYANGAN TELEVISI Vs MORALITAS ANAK

      Dewasa ini televisi bukan lagi barang mewah, hampir setiap rumah memiliki benda yang satu ini, baik yang satu ini. Baik televisi berwarna ataupun hitam putih, dengan resolusi layar LED atau hanya televisi tabung biasa. Melalui layar gelas tersebut, seseorang bisa menonton program-program yang disajikan oleh stasiun-stasiun televisi yang ada, baik televisi pemerintah atau televisi swasta lokal dan nasional semua dengan mudah bisa masuk ke ruang keluarga apalagi didukung oleh layanan televisi kabel. Otomatis tayangan program-program asing lebih leluasa tanpa adanya sensor.        Masyarakat Indonesia menghabiskan waktu 35 jam bahkan lebih dalam seminggu hanya untuk menonton gambar bergerak dari sebuah kotak ajaib. Memang, pengaruh televisi begitu besar sehingga mampu menghipnotis seseorang untuk berlama-lama duduk di depan layar kaca, dan urusan lain terbengkalai.      Kita tahu, televisi juga mempunya nilai positif  terutama bagi perkembangan kreatifitas seorang anak. Anak

PUISI

PADA DINDING KAMAR Ada sebuah peta di dinding kamar dengan tanah bak pelangi dan rimbunnya hutan tropis mirip harum manis inikah negeri dongeng yang pernah kudengar waktu kecil dulu? melihatmu bermahkota untaian bunga gaun yang kau pakai membuatmu seperti Cinderela meski tanpa sepatu kaca Dik, pijakkan kedua kakimu di atas tanah basah sisa hujan semalam hanya membuat kakimu kotor itu lebih baik daripada dunia mengotori hatimu jangan terlena dengan warna-warna indah yang kau lihat itu hanya fatamorgana bersihkan lagi dinding kamarmu sewarna awan putih lihatlah, dari balik awan matahari bersinar cerah menerpa dinding kamarmu. 19102016

PUISI 123

/1/ Sepotong sepi Kudapan pagi hari Saat puisi belum lahir Kau lebih dulu pergi. 03112017 /2/ Yang Yang Yang Yang Yang Ah mabuk kepayang 03112017 /3/ Lepaskan! It’s time to hunting New chick. 03112017 /4/ “Yang, ke Meikarta yuk?” “Kau mimpi ya?” “Boleh kan aku bermimpi?” “Tentu boleh.” “Kalau begitu, bawa aku ke Meikarta.” “Baiklah, ayo kita tidur.” “Loh?” “Biar cepat mengantar ke mimpi Meikartamu itu.” 03112017 /5/ Perempuan itu Memesan puisi Padaku Haruskah kujual kata-kata Untuk memikatnya? 03112017 /6/ Janji sakti Ketika ditagih Pura-purasakit 04112017 /7/ Wangi kertas tua Pada surat-suratmu Dengan sekeping prangko Ada stempel pos daerahmu Aku merindukan cerita Aku tak tahu Di m

KUTU BUKU Vs KUTU ANDROID

        Dulu ada istilah KUTU BUKU untuk menyebut mereka yang gemar membaca buku digambarkan dengan memakai kaca mata tebal dan terlihat cupu (culun punya). Seiring berkembangnya zaman yang serba kompleks, kegemaran membaca buku dirampas oleh teknologi canggih yang lebih memikat hati dan mata. Tak bisa dipungkiri memang, teknologi turut berkontribusi dalam keseharian aktivitas manusia.  Seperti halnya yang terjadi saat ini, gadget pintar atau lazim disebut android begitu digandrungi, dari balita hingga mereka yang tak muda lagi.       Perangkat yang awal penciptaannya ditujukan sebagai alat komunikasi jarak jauh, kini berubah fungsi menjadi alat mendongkrak prestise, semakin mahal dan canggih fitur-fitur yang disematkan maka gengsi atau kebanggannya bertambah. Mungkin sekarang, muncul lagi istilah KUTU ANDROID untuk menyebut mereka yang betah berjam-jam memandangi layar telepon pintar mereka, sejak bangun pagi sampai menjelang tidur malamnya. Tak peduli kuota habis sekian puluh

PUISI:

KARTU SUARA Gambar-gambar itu seperti setengah berbisik "Pilihlah aku, jangan yang lain. Sebab mereka hanya mengobral janji." aku bergidik, hingga tak tega melukai mereka kubiarkan tubuh-tubuhnya utuh tanpa luka di dalam kotak yang begitu gaduh. 06022018

PUISI:

DINI HARI Mimpi itu ke mana perginya? padahal hari belum benar-benar pagi perempuan tadi yang membangunkanku setelah mengajak bercinta habis-habisan aku merasa alat kelaminku hilang mungkin dibawanya pergi hingga tak lagi bisa berpikir secarik kertas ada tulisan tangannya "Temui aku, di mimpimu yang ke seratus." aku ingin tidur lagi hingga pagi membakar wajahnya. 05022018

PUISI:

SEPOTONG BULAN BERKACA-KACA Sepotong bulan berkaca-kaca saat riuh orang-orang mendawamkan asma Sang Maha Segala di seantero bumi ini malam sakral jangan lagi berbuat nakal ayo kita tawakal dalam mencari bekal bukan wujud kapal atau emas sekepal karena dunia ini tak kekal bulan berkaca-kaca saat tahu manusia gampang lupa hari ini ingat besok sudah lupa hari ini taubat besok berbuat dosa hari ini manusia mungkin besok tak lagi bernyawa. dinihari, 12092016

MEMBUNUH SEBELUM TERBUNUH

            Aku sedang melamun atau tepatnya berkontemplasi di malam yang belum terlalu larut. Mendengarkan suara-suara serangga dan entah apa saja yang bersuara di balik malam yang bisa kudengarkan.             Mencoba bersenyawa dengan angin malam, hingga membuat badankusemakin panas. Apalgi tadi sore langit memandikanku engan hujan derasnya.             Aku tengah mengadilidiriku sendri sebelum pengadilan Tuhan memutuskannya. Satu  persat airmata bercucuran. Tiap-tiap butir kupahami, mungkin sebanyak itu dosaku, bahkan lebih.             Dosa memang terlalu indah untuk dinikmati. Dosa sangat nikmat daripada harus sibuk mengingatNya.             Malam perlahan mulai larut, namun Tuhan belum juga tertidu. Dia masih mengawasiku. Bahkan ketika aku membunuh seekor nyamuk yang menghisap darah di lutut kananku. Malam ini, aku menjadi algojo bagi salah satu anggota keluarga nyamuk. Apakah mereka yang ditinggalkan menangis kehilangan? Aku tak tahu nyamuk yang baru kubunuh itu ayah,

POPULAR NEWS

AJIBARANG,  Pak Bambang Sunaryo... pria kelahiran 1952 ini berjualan Bubur Kacang Hijau sejak tahun 70 an di daerah Jakarta. Kini, beliau berjualan di seberang Indomaret Ajibarang. Bapak murah senyum ini melayani para konsumennya dengan ramah. "Sebab demikiankah pedagang yang baik, harus tetap ramah menghadapi berbagai macam karakter pembeli," tuturnya. (PenKa,2701)
KACA MATA KUDA (learn to listen)             Seekor kuda agar jalannya lurus ke depan, maka binatang simbol keperkasaan ini dipakaikan kaca mata kuda, agar matanya tidak melirik kanan-kiri.             Dalam tulisan ini, kaca mata kuda adalah kiasan dari sifat egois. Ya, orang yang memiliki sifat tersebut, ibarat seekor kuda dengan kaca matanya.             Dia tak mau tahu apa yang telah atau sedang terjadi di lingkungan hiupnya. Apapun pendapat orang lain yang tak sepaham dengannya dianggap salah. Bahkan orang yang beda pandangan adalah musuh.             Orang seperti ini tak bisa menghargai perbedaan di sekitarnya. Ia tak menyadari begitu banyaknya keanekaragaman tersebut. Tentunya kita tak ingin menggantikan peran seekor kuda untuk mengenakan kaca mata itu kan? 30 September 2008 14: 22 WIB

PUISI:

HAMA HOAX lagi-lagi ada gara-gara sebuah negara agraris tengah diserang hama hoax orang-orang kalang kabut masing-masing mencari referensi   dari mereka-reka sendiri buka kamus hingga tanya ke sesepuh, si mbah google menerawang apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah dan di luar rumah sama hebohnya ada yang main mata jadi main gila ada yang main kata jadi huru-hara hoax hoax hoax hama endemik yang masif menyebar janji hoax cinta hoax rindu hoax berita hoax dipoles mengkilap membuat orang-orang semakin khilaf hoax hoax hoax meracuni hati dan akal hingga orang-orang cuti nalar 03022017

SHORT STORY:

ALI DAN PEREMPUAN HUMANOID             Dengan mesin waktu NXO 007, Ali mengunjungi tahun 2030. Saat itu dia sudah berumur 25 tahun. Sudah menikah dengan kembaran kekasihnya yang tersesat saat keduanya menjelajah di tahun 1111.             Perempuan kembaran kekasihnya itu, memiliki tabiat yang sedikit berbeda. Ia seperti laiknya humanoid. Perempuan yang bisa jatuh cinta, memiliki nafsu dan ingin berketurunan.             Meski keduanya saling mencintai, namun Ali selalu tertekan dan kalah oleh istrinya. Hingga pada suatu malam,pukul 00:09:22:02 dalam satuan waktu GMT, Ali berencana kembali ke tahun di mana ia berangkat. Saat dia menemukan selembar foto ibunya dengan sebuah catatan kecil di belakang foto : SEJAUH APAPUN KAU PERGI, JANGAN LUPA UNTUK KEMBALI. SEBAB RINDU ADALAH PANGGILAN UNTUK SEGERA PULANG.             Dia tersadar kalau dirinya berada di tahun yang salah. Tahun di mana ruhnya terjebak di dalam tubuh dewasanya. Namun sayang, mesin waktu telah dihancurkan oleh

CERPEN: VENEZIA DI BELAKANG RUMAHKU

VENEZIA DI BELAKANG RUMAHKU             Aku suka berkhayal kalau sungai kecil di belakang rumahku adalah kanal seperti yang ada di Venezia. Di mana rumah-rumah dipisahkan oleh kanal-kanal panjang sebagai jalur penghubung sekaligus jalur transportasi. “Hai Di,” sapa teman perempuan sepermainanku. “Hai juga Nina,” balasku. “Sedang apa kua sepagi ini sudah bengong di tempat ini. Seperti ada sesuatu yang kau pikirkan?” “That’s right Nina. Aku memang sedang berkhayal tengah berada di kanal Venezia. Bukankah hal itu sangat mengasyikan?” Mendengar ucapanku, Nina tertawa kecil. “Hihihi... Kau lucu juga ya Di? Imajinasimu terlalu jauh,”                         “Kurasa tidak, bukankah imajinasi itu tanpa batas? Jadi seseorang boleh bermain atau membentu sesuatu yang diinginkan dengan pikirannya sendiri,” ujarku membela diri. Berharap semoga dia paham dengan argumenku.                         “Yay a ya, kau tak salah Di. Aku pun tengah mengimajinasikan